Kalau bicara soal sejarah Indonesia, rasanya kurang greget kalau nggak bahas soal negosiasi, diplomasi, dan… ya, tentu saja, Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949)! Bayangin, dua kubu yang sama-sama ngotot duduk bareng di satu meja, bukan buat main gaple, tapi buat menentukan masa depan Indonesia. Ayo kita bedah kisah dramatis ini dengan gaya yang santai tapi tetap berbobot.
Apa Itu Perundingan Roem Royen?
Negosiasi Penuh Taktik Antara Indonesia dan Belanda
Perundingan Roem Royen adalah sebuah peristiwa penting dalam perjalanan diplomatik kemerdekaan Indonesia. Nama perundingan ini diambil dari dua tokoh utama: Mohammad Roem dari Indonesia dan Dr. J.H. van Roijen dari pihak Belanda. Tujuan utamanya? Jelas, mengakhiri konflik dan membuka jalan menuju pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.
Ini bukan perundingan kaleng-kaleng. Diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta, pembicaraan ini berlangsung pada 14 April hingga 7 Mei 1949. Bayangin, selama hampir sebulan para tokoh kita ini saling adu argumen, diplomasi, dan… mungkin juga adu kopi!
“Perundingan ini ibarat pertandingan catur. Setiap langkah bisa menentukan kemenangan atau kekalahan bangsa.” – Sejarawan Dr. Anhar Gonggong
Latar Belakang: Kenapa Harus Duduk Bareng?
Setelah Agresi Militer Belanda II
Sebelum perundingan ini terjadi, Belanda sudah melakukan dua kali agresi militer ke wilayah Indonesia. Yang kedua, pada 19 Desember 1948, bikin suasana makin panas. Yogyakarta diserbu, Soekarno-Hatta ditangkap, dan dunia internasional pun angkat alis.
PBB, terutama Dewan Keamanan, akhirnya ikut campur. Mereka menekan Belanda dan Indonesia untuk menyelesaikan konflik lewat jalur damai. Makanya, diundanglah dua tokoh tadi buat ngopi bareng (secara diplomatik, ya) di Jakarta.
Proses Perundingan: Nego Sampai Melelahkan
Indonesia Bertahan, Belanda Ngotot
Dalam meja perundingan, Indonesia dengan gigih mempertahankan prinsip: pengakuan kedaulatan penuh dan pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta. Belanda? Mereka masih ngeyel, minta Indonesia gabung ke Republik Indonesia Serikat (RIS) sebelum pengakuan penuh.
Setiap poin pembahasan bisa makan waktu berjam-jam. Tapi, di sinilah kelihaian diplomasi Mohammad Roem diuji. Dengan gaya tenang tapi menusuk, beliau mampu menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara yang bisa dipermainkan.
Isi Kesepakatan Perundingan Roem Royen
Setelah tarik ulur panjang, akhirnya kesepakatan tercapai pada 7 Mei 1949. Berikut isi utama dari perjanjian:
- Pemerintah Republik Indonesia setuju mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
- Pemerintah Belanda menyetujui pemulihan pemerintahan RI di Yogyakarta.
- Kedua pihak sepakat menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Simple? Di atas kertas iya. Tapi di balik itu, banyak pertimbangan strategi yang bikin kepala cenat-cenut.
Reaksi dalam Negeri dan Dunia Internasional
Tidak Semua Setuju, Tapi…
Nggak semua pihak di dalam negeri happy dengan hasil perundingan ini. Beberapa kelompok merasa Indonesia “kalah langkah” karena harus menghentikan perang gerilya. Tapi, tokoh-tokoh besar seperti Bung Hatta melihat ini sebagai langkah strategis.
“Ini bukan soal menang atau kalah. Tapi soal memperjuangkan pengakuan yang layak atas kemerdekaan kita.” – Mohammad Hatta
Dunia internasional, khususnya Amerika Serikat dan PBB, memberikan respon positif. Mereka memuji langkah damai ini sebagai jalan keluar dari konflik berkepanjangan.
Jalan Menuju Konferensi Meja Bundar
Perundingan Jadi Gerbang Menuju Kedaulatan
Tanpa Perundingan Roem Royen, mungkin Konferensi Meja Bundar nggak akan pernah terjadi. Jadi bisa dibilang, negosiasi ini adalah anak tangga terakhir sebelum Indonesia benar-benar diakui dunia.
Di KMB yang berlangsung bulan Agustus sampai November 1949, Belanda akhirnya menyerah. Mereka mengakui kedaulatan Indonesia penuh (ya, kecuali Papua sih… itu beda cerita lagi).
Pelajaran yang Bisa Diambil
Diplomasi: Senjata Ampuh Bangsa
Kisah Perundingan Roem Royen menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan cuma diraih lewat bambu runcing, tapi juga lewat pena dan kecerdasan diplomasi. Mohammad Roem dan timnya membuktikan kalau orang Indonesia nggak cuma bisa ngopi, tapi juga bisa ngotot di meja perundingan.
Pentingnya Dukungan Internasional
Tanpa tekanan dari PBB dan negara-negara besar lainnya, Belanda mungkin masih ngeyel. Maka, penting banget punya strategi internasional yang solid.
Fakta Unik Perundingan Roem Royen
- Lokasi perundingan adalah Hotel Des Indes, hotel mewah zaman Belanda yang sekarang sudah jadi pusat perbelanjaan di Jakarta.
- Meskipun keras di meja negosiasi, Mohammad Roem dikenal sangat humoris di luar forum.
- Perjanjian ini jadi dasar dibukanya kembali komunikasi resmi antara RI dan Belanda.
Kata Para Ahli: Pendapat Sejarawan
Sejarawan Prof. Taufik Abdullah pernah berkata, “Perundingan Roem Royen adalah tonggak penting karena menjadi titik temu dua kutub yang sebelumnya tidak akur.”
Sedangkan pakar hubungan internasional Hikmahanto Juwana menambahkan, “Ini adalah contoh keberhasilan diplomasi yang dilakukan bangsa terjajah kepada penjajah.”
Penutup: Dari Roem Royen Menuju Merdeka
Jadi, teman-teman, kalau hari ini kita bisa bebas nulis status tanpa takut disensor atau bisa travelling dari Sabang sampai Merauke tanpa dicegat Belanda, jangan lupa ucapkan terima kasih sama para tokoh di Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949). Mereka sudah membuktikan bahwa perjuangan bisa dilakukan lewat otak, bukan otot.
Dan yang pasti, sejarah itu bukan buat dihapal, tapi dipahami. Siapa tahu nanti kamu bisa jadi diplomat hebat, negosiasi harga cabe di pasar pun bisa menang! 😉